Pengertian Judi Dalam Agama Islam
Video: BRIS Unjuk Gigi! Luncurkan Super App BYOND by BSI
TSIRWAH INDONESIA – Pengaruh internet telah membawa dampak pada pergeseran sistem kehidupan masyarakat di Indonesia. Saat ini, teknologi internet sudah dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, baik yang kaya ataupun yang miskin, mulai dari kalangan orang dewasa, remaja hingga anak-anak.
Penggunaan internet yang semakin mudah telah banyak disalahgunakan oleh sebagian orang untuk bermain judi. Perjudian online telah berkembang menjadi penyakit sosial yang cukup serius di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Pengertian Judi Online
Dikutip dari laman kbbi.kemdikbud.go.id, judi adalah permainan yang menggunakan uang atau benda berharga sebagai taruhan seperti permainan dadu dan kartu.
Judi online pada dasarnya adalah sebuah permainan yang dimainkan secara langsung di suatu platform atau aplikasi yang tersambung melalui jaringan internet, para pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan dari banyak pilihan, dan hanya satu pilihan yang benar yang akan menghasilkan pemenang.
Singkatnya, segala permainan yang mengandung unsur taruhan di dalamnya dikategorikan sebagai judi, baik dilakukan secara offline maupun online.
Beberapa Dampak Buruk Judi Online
Pertama, kecanduan. Permainan judi, baik secara offline maupun online dapat menyebabkan kecanduan seperti halnya kecanduan minuman keras dan narkoba. Kecanduan judi merupakan salah satu jenis gangguan mental yang disebut dengan istilah gambling disorder.
Kedua, pencurian data. Rekening dan uang pengguna aplikasi atau plafform judi online rawan diretas oleh pihak lain karena data pribadi wajib diisi saat proses registrasi. Situs atau aplikasi judi pada umumnya meminta nomor pribadi, nama dan data bank pengguna.
Ketiga, kerugian finansial. Bermain judi pada dasarnya tidak akan membuat seseorang menjadi kaya raya, malah akan mengakibatkan menumpuknya utang, kehilangan aset-aset berharga, bahkan keluarga bisa hancur berantakan dibuatnya.
Beberapa Tips agar Terlepas dari Kecanduan Judi Online
Pertama, niat dan ‘azam yang kuat. Segala sesuatu dimulai dengan niat. Kemauan dan keteguhan hati adalah kunci utama agar dapat terlepas dari kecanduan judi online.
Kedua, bertaubat. Meminta ampunan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menyesali apa yang telah diperbuat dan berkomitmen untuk tidak melakukannya lagi, lalu perbanyak ibadah dan amal shalih agar hati lebih tenang.
Ketiga, memperbaiki mindset. Menanamkan dalam pikiran bahwa judi adalah perbuatan kotor dan sia-sia yang disukai oleh syaitan, yang seharusnya dijauhi dan meminta dukungan dari orang-orang terdekat agar selalu dikuatkan dan dibimbing ke jalan yang benar.
Pandangan Islam Terhadap Hukum Judi Online
Islam merupakan agama yang universal; semua aspek kehidupan manusia telah diatur secara sempurna dan paripurna oleh syari’at. Jika dalam suatu muamalah memiliki risiko dan kerugian yang jauh lebih besar daripada keuntungan, maka muamalah tersebut tidak boleh dilakukan.
Hal tersebut terdapat dalam judi. Ulama telah sepakat akan keharamannya berdasarkan firman Allah SWT dalam Alqur’an surat Al-Ma’idah ayat 90 sebagai berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Allah Subhanahu Wata’ala dalam ayat di atas, melarang segala bentuk perjudian, termasuk judi online. Judi dikategorikan rijs (kotoran) yang merupakan perbuatan syaitan yang harus ditinggalkan.
Berjudi diserupakan dengan perbuatan syaitan. Penyerupaan ini menunjukkan keharaman judi dengan segala jenis dan bentuknya, yang merupakan dosa besar dan wajib dihindari.
Wallohu AlamOleh Dosen Sylvia Kurnia Ritonga
Ada beberapa jenis hukum Islam yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Para ulama ushul fiqh mengelompokkannya ke dalam hukum taklifi.
Menurut buku Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam yang ditulis Iwan Hermawan, SAg, MPdI, hukum taklifi adalah yang menjelaskan tuntutan atau perintah, larangan, dan pilihan (takhyir) untuk menjalankan sesuatu atau meninggalkannya. Hukum ini erat dengan pilihan dalam menjalankan aktivitas setiap hari.
Ada berapa jenis hukum dalam agama Islam?
Jumhur ulama membaginya menjadi lima jenis, berikut penjelasannya,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara bahasa, wajib adalah saqith (jatuh, gugur) dan lazim (tetap). Artinya, wajib merupakan suatu perintah yang harus dikerjakan, di mana orang yang meninggalkannya akan mendapat dosa.
Hukum wajib terbagi menjadi empat jenis berdasarkan bentuk kewajibannya, yakni kewajiban waktu pelaksanaannya, kewajiban bagi orang melaksanakannya, kewajiban bagi ukuran atau kadar pelaksanaannya, dan kandungan kewajiban perintahnya.
- Wajib muthlaq, wajib yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya. Seperti, meng-qadha puasa Ramadhan yang tertinggal atau membayar kafarah sumpah.
- Wajib muaqqad, wajib yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu tertentu dan tidak sah dilakukan di luar waktu yang ditentukan.
- Wajib aini, kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan atau diwakilkan orang lain. Misalnya, puasa dan sholat.
- Wajib kafa'i atau kifayah, kewajiban bersifat kelompok apabila tidak seorang pun melakukannya maka berdosa semuanya dan jika beberapa melakukannya maka gugur kewajibannya. Contohnya, sholat jenazah.
- Wajib muhaddad, kewajiban yang harus sesuai dengan kadar yang sesuai ketentuan, contohnya zakat.
- Wajib ghairu muhaddad, kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya, misalnya menafkahi kerabat.
- Wajib mu'ayyan, kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada pilihan lain. Contohnya, membayar zakat dan sholat lima waktu.
- Wajib mukhayyar, kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif. Seperti, kafarat pelanggaran sumpah.
Syuhada adalah istilah yang sudah tidak asing lagi dalam agama Islam. Istilah ini menggambarkan pahlawan-pahlawan yang gugur dalam perjuangan di jalan Allah SWT.
Dikutip dari buku Lentera Hati oleh Quraish Shihab, dalam bahasa agama sehari-hari, para pahlawan yang gugur di medan juang dalam membela agama Allah SWT dinamakan dengan syuhada. Kata "syuhada" berasal dari bahasa Arab yang berarti "saksi." Mereka menjadi saksi atas kebenaran agama Allah SWT.
Dalam surat An-Nisa ayat 69, Allah SWT berfirman:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا
Artinya: Dan barangsiapa menaati Allah SWT dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah SWT, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
Meskipun begitu, istilah syuhada tidak hanya merujuk kepada mereka yang berperang kemudian meninggal ketika membela agama Islam. Pahlawan-pahlawan ini tidak hanya terbatas pada pejuang di medan perang, tetapi juga mencakup individu yang meninggal dalam berbagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT.
Gelar syuhada juga akan diberikan kepada orang-orang yang rela berjuang di jalan Allah SWT. Para ulama menyimpulkan bahwa seorang muslim yang meninggal karena menuntut ilmu, berdakwah, mencari nafkah, dan melahirkan juga termasuk sebagai syuhada.
Syuhada dalam Islam menduduki posisi yang sangat dihormati, memperoleh pengakuan atas pengorbanan luar biasa mereka untuk agama dan prinsip-prinsip yang diyakini. Mereka bukan hanya menjadi contoh keberanian, ketekunan, dan kesetiaan kepada Allah SWT, tetapi juga mendapatkan penghargaan serta pahala besar di akhirat.
Dilansir dari buku Tafsir Fi Zhilalil Qur`an Edisi Istimewa Jilid 21 oleh Sayyid Quthb, orang-orang yang mati di jalan Allah SWT memiliki kedudukan khusus dan memiliki kedekatan dengan Tuhannya.
Kedudukan syuhada dalam Islam sangat tinggi dan dihormati karena mereka adalah pahlawan yang gugur dalam perjuangan membela agama dan kebenaran. Dalam Al-Quran, surat An-Nisa ayat 69, Allah SWT menjelaskan bahwa orang yang mati syahid bersama-sama dengan para nabi, pencinta kebenaran, dan orang-orang saleh di surga.
Dikutip dari buku Kemenangan Besar Bertemu Sang Maha Benar oleh Jalaludin Al-suyuti, para Syuhada akan ditempatkan di surga yang paling indah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Sad ayat 50:
جَنّٰتِ عَدْنٍ مُّفَتَّحَةً لَّهُمُ الْاَبْوَابُۚArtinya: "Itulah surga 'Adn, tempat tinggal yang kekal yang pintu-pintunya terbuka lebar bagi mereka."
Surga 'Adn merupakan tempat tinggal bagi orang-orang yang termasuk ke dalam golongan syuhada. Surga ini adalah tempat bagi orang yang wafatnya dalam keadaan husnul Khotimah.
Perlu disadari bahwa perjuangan syuhada tidak terbatas pada konsep peperangan fisik semata. Syuhada melibatkan individu yang meninggal dalam keadaan husnul khotimah, artinya mereka wafat dalam keadaan baik dan taat kepada Allah SWT.
Bukan hanya pejuang di medan perang, tetapi juga mereka yang gugur saat menuntut ilmu, berdakwah, mencari nafkah, atau bahkan dalam proses melahirkan, dapat dianggap sebagai syuhada. Maka dari itu, marilah kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT dan selalu berjuang di dalam kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam.
Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.
Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama, keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup, kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan pernikahan.
Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam. Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan pria Muslim.
Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan mengucapkan kata “qabul”.
Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-saksi yang sah.
Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri, sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci, namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah satu pihak.
Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.
Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.
Jakarta, CNBC Indonesia - Berdoa adalah kunci keberhasilan setiap muslim dalam setiap tindakan, termasuk memulai pekerjaan. Dengan mengarahkan hati dan niat kita kepada Allah SWT, kita memohon keberkahan dan bimbingan-Nya dalam setiap langkah kita.
Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa setiap usaha kita mendapat berkah-Nya, sehingga pekerjaan yang kita lakukan akan berjalan dengan mulus dan penuh keberkahan.
Selain itu, dengan berdoa kepada Allah SWT, diharapkan rezeki yang diperoleh dari hasil pekerjaan juga akan mendapatkan berkah-Nya. Berdoa juga dapat memberikan ketenangan hati, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan harapan.
Dengan mengandalkan doa sebagai penuntun dan sumber kekuatan, kita akan merasakan bahwa setiap langkah kita dalam pekerjaan diarahkan oleh-Nya, menjadikannya lebih bermakna dan produktif.
Berikut bacaan doa sebelum bekerja yang dapat kamu panjatkan, dikutip dari laman CNN Indonesia dan sumber lainnya.
Doa Saat Ingin Berangkat Kerja
بِسْمِ اللهِ عَلَى نفَسِي وَمَالِي وَدِيْنِي . اَللَّهُمَّ رَضِّنِ ى بِقَضَائِكَ وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا قُدِّرَ عَلَيْهِ حَتَّى لا اُحِبُّ تَعْجِيْلَ مَااَخَّرْتَ وَلاَتَأْخِيْرَ مَا عَجَّلْتَ
Ismillahi 'alaa nafsi wa maalii wa diini. alloohumma rodhdhini bi qodhooika wa baarik lii fi maaquddiro' alaihi hatta laa uhibbu ta'jiila maa akhkhor ta walaa ta'khiiro maa 'ajjalta.
Artinya: Dengan nama Allah, semoga Engkau menjaga diri kami, harta kami dan agama kami. Wahai Allah, ridhoilah kami dari ketetapan-Mu dan berilah berkah kepada kami pada segala apa yang telah Engkau putuskan sehingga kami Tidak suka apa yang Engkau mempercepatkan apa yang Engkau akhirkan dan tidak pula menyukai mengakhirkan apa yang, Engkau cepatkan.
Doa Sebelum Melakukan Suatu Pekerjaan atau Memulai Pekerjaan Baru
Seperti yang dikutip dari perkataan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin (Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 408). Beliau menganjurkan kita untuk membaca doa berikut ini saat hendak memulai aktivitas atau memasuki bidang baru yang akan kita geluti.
رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا. رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي
Rabbanā ātinā min ladunka rahmatan, wa hayyi' lanā min amrinā rasyadan, rabbisyrah lī shadrī, wa yassir lī amrī.
Artinya: Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku.
Doa Sebelum Bekerja agar Mendapat Rezeki yang Berkah dan Halal
أَللَّهٌمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ وَعَطَائِكَ رِزْقًا طَيِّبًا مٌبَارَكًا، اَللَّهُمَّ إِنَّكَ أَمَرْتَ بِالدُّعَاءِ وَقَضَيْتَ عَلَىَّ نَفْسَكَ بِالْاِسْتِجَابَةِ وَأَنْتَ لَا تٌخْلِفٌ وَعْدَكَ وَلَا تٌكَذِّبُ عَهْدَكَ اَللَّهُم مَا أَحْبَبْتَ مِنْ خَيْرٍ فَحَبِّبْهٌ إِلَيْنَا وَيَسِّرْهُ لَنَا وَمَا كَرَهْتَ مِنْ شَئْ ٍفَكَرِهْهُ إِلَيْنَا وَجَنِّبْنَاهُ وَلَا تُنْزِعْ عَنَّا الْإِسْلَامَ بَعْدَ إِذْ أَعْطَيْتَنَا
Allahumma innii as'aluka min fadhlika wa athaa'ika rizkan thayyiban mubaarakan. Allahumma innaka amarta bid du'aa'i wa qadhaita alayya nafsaka bil istijaabah wa anta laa tukhlifu wa'daka wa laa tukadzzibu ahdaka. Allahumma ma ahbabta min khairin fa habbibhu ilaina wa yassirhu lanaa wa maa karahta min syaiin fa karihhu ilaina, wa jannibnaahu wa laa tunzi' annal islaam ba'da iz a'thaitanaa.
Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku meminta dari keutamaanMu dan pemberianMu, rezeki yang baik lagi berkah. Ya Allah sesungguhnya Engkau memerintahkan untuk berdoa dan memutuskan atasku pengabulan doa, dan Engkau Zat yang tidak melanggar janji dan tidak mendustainya.
Ya Allah, tidak ada kebaikan yang engkau sukai, kecuali Engkau jadikanlah kami mencintai kebaikan tersebut dan mudahkanlah kami mendapatkannya. Dan tidak ada sesuatu yang Engkau benci kecuali Engkau jadikan kami benci terhadap sesuatu tersebut dan jauhkanlah kami darinya. Dan janganlah Engkau cabut dari kami keislaman kami setelah Engkau berikan.
اَللّهُمَّ ارْزُقْنِيْ رِزْقًا حَلاَلاً طَيِّباً, وَاسْتَعْمِلْنِيْ طَيِّباً. اَللّهُمَّ اجْعَلْ اَوْسَعَ رِزْقِكَ عَلَيَّ عِنْدَ كِبَرِ سِنِّيْ وَانْقِطَاعِ عُمْرِيْ. اَللّهُمَّ اكْفِنِيْ بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ, وَاَغِْننِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ. اَللّهُمَّ اِنِّيْ اَسْأَلُكَ رِزْقًا وَاسِعًا نَافِعًا. اَللّهُمَّ اِنِّيْ اَسْأَلُكَ نَعِيْمًا مُقِيْمًا, اَلَّذِيْ لاَ يَحُوْلُ وَلاَ يَزُوْلُ.
Alloohummarzuqnii rizqon halaalan thoyyibaa, wasta'milnii thayyibaa. Alloohummaj'al ausa'a rizqika'alayya'inda kibari sinnii wanqithoo'i'umrii. Alloohummakfinii bihalaalika'an haraamika. wa aghninii bifadhlika'amman siwaaka. Alloohumma in nii as-aluka rizqon waasi'an naafi'an. Alloohumma innii as-alukan na'iimaan muqiiman, alladzii laa yahuulu wa laa yazuulu.
Artinya: Ya Allah, berilah padaku rezeki yang halal dan baik, serta pakaikanlah padaku segala perbuatan yang baik. Ya Tuhanku, jadikanlah olehMu rezekiku itu paling luas ketika tuaku dan ketika lemahku.
Saksikan video di bawah ini:
Mandub atau sunnah
Hukum Islam mandub secara bahasa artinya mad'u (yang diminta) atau yang dianjurkan. Beberapa literatur dan pendapat para ulama, pengertian mandub disejajarkan dengan sunnah.
"Sunnah dalam hukum Islam berarti tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan karena perbuatan yang dilakukan dipandang baik dan sangat disarankan untuk dilakukan," tulis Iwan Hermawan.
Orang yang melaksanakan berhak mendapat ganjaran, namun tidak akan meninggalkan dosa bila ditinggalkan. Pembagian hukum sunnah berdasarkan tuntutan untuk melakukannya di antaranya,
Hukum Islam selanjutnya adalah makruh. Makruh secara bahasa artinya mubghadh (yang dibenci). Jumhur ulama mendefinisikan makruh sebagai larangan terhadap suatu perbuatan. Namun, larangan tidak bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan tersebut.
Artinya, orang yang meninggalkan larangan tersebut akan mendapat ganjaran berupa pahala. Sebaliknya, orang tersebut tidak akan mendapat apa-apa bila tidak meninggalkannya.
Para ulama membagi makruh ke dalam dua bagian, yakni:
Hukum mubah memberikan pilihan bagi seseorang untuk mengerjakan atau meninggalkannya. Bila dikerjakan, orang tersebut tidak dijanjikan ganjaran pahala. Tetapi, tidak pula dilarang dalam mengerjakannya.
"Sesuatu yang mubah itu selama bersifat mubah, tidak menyebabkan adanya pahala atau siksa," tulis Iwan Hermawan.
Ulama ushul fiqih membagi mubah dalam tiga jenis, di antaranya:
Hukum Islam yang terakhir adalah haram. Secara terminologi, haram adalah sesuatu yang dilarang Allah SWT dan rasulNya. Orang yang melanggar dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, sementara orang yang meninggalkannya dijanjikan pahala.
Menurut madzhab hanafi, hukum haram harus didasarkan dalil qathi yang tidak mengandung keraguan sedikitpun. Sehingga kita tidak mempermudah dalam menetapkan hukum haram.
Ada beberapa jenis haram yang dikelompokkan oleh jumhur ulama, yaitu:
Itu dia beberapa jenis hukum Islam yang terbagi ke dalam 5 kategori. Semoga bermanfaat ya.